27 Oktober, 2008

Kajian Kritis Ilmu Hadits

Kajian Kritis Ilmu Hadits Bag I
Oleh: Herisuanto Mahfudz

Muqadimah

Allah swt mengutus nabi Muhammad saw. Kepada umat manusia adalah sebagai seorang penunjuk hidayah, pembawa kabar gembira dan juga peringatan, maka mengikuti ajarannya dalam segala aspek kehidupan adalah tanda keimanan pada diri seseorang.
Tidak ada keselamatan bagi sesiapapun di atas dunia ini dan akherat kelak melainkan mentaati perintah Allah swt dan rasulallah saw dengan cara berpegang teguh dengan Al-Qura'an sumber utama pengambilan syariat islam serta hadits (sunnah) nabi Muhammad saw, sebagai sumber ke dua setelah Al-Qur'an, Kedua sumber syariat islam ini adalah semata-mata wahyu dari Allah swt.
Karena itu maka umat islam dari zaman ke zaman sangat memperhatikan kedua pokok sumber syariat islam ini terutama hadits (sunnah) nabi Muhammad saw. Karena Ia adalah pensyarah alqur'an, penjelas dari kemujmalan ayat- ayat Al-Qur'an dan sebagainya.
Perhatian ummat islam yang sangat besar terhadap sunnah nabi saw. telah melahirkan suatu disiplin ilmu pengambilan hadits dan periwayatannya serta meletakkan syarat-syarat yang ketat untuk orang yang meriwayatkannya, sehingga tidak bercampur antara hadits nabi saw. dan yang bukan hadits.
Di tulisan ini penulis berusaha untuk mengkaji beberapa point yang berkenaan dengan ilmu hadits:

a. Definisi sunnah
b. Posisi sunnah pe-periode
c. konsep al-jarhu wa al-ta'dil
d. Subyektifitas konsep al-jarhu wa al-ta'dil.

A. Definisi Sunnah

Definisi sunnah nabi secara etimologi mengandung beberapa arti :
1.jalan dan petunjuk (baik dan buruk)
2.Jalan yang baik dan lurus
3.Adat kebiasaan dan jalan yang diikuti

Definisi sunnah secara istilah
Para ulama berbeda-beda pendapat dalam menta'rifkan Assunnah. Perbedaan pendapat tersebut di sebabkan karena terpengaruh oleh terbatas dan luasnya objek peninjauan mereka masing-masing.

a. Ta'rif assunnah menurut ulama hadits :
Mazhab Jumhur :
“ialah sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad saw. baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir), sifat fisik atau akhlaq hingga gerak dan diamnya saw. dalam waktu bangun dan tidurnya saw, begitu juga jalan hidupnya sebelum masa kenabian dan setelahnya sesuatu yang disandarkan kepada para sahabat R.a dan tabiin baik perkataan atau perbuatan”.


Mazhab lain :
“Ialah sesuatu yang disandarkan kepada nabi muhammad saw baik perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir), sifat fisik atau akhlaq hingga gerak dan diamnya saw di bangun dan tidurnya, jalan hidupnya sebelum diangkat menjadi rasul atau sesudahnya”.

b. Ta'rif assunnah menurut ulama fiqih :
“ialah sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad saw yang bukan fardhu dan juga bukan wajib dan juga masuk di dalamnya hukum yang lima menurut jumhur ulama”.

c. Ta'rif assunnah menurut ulama usul :
“Ialah sesuatu yang dinuqilkan dari nabi Muhammad saw baik perkataan , perbuatan, pernyataan (taqrir)”.

B. Posisi Assunnah pe-periode

a. Masa Nabi

Periode Periwayatan Dengan Lisan

1. Larangan menulis hadits
Pada masa Rasulallah saw masih hidup sunnah atau Hadits belum mendapat perhatian sepenuhnya seperti Al-Qur'an. Para sahabat terutama yang mempunyai tugas istimewa selalu mencurahkan perhatiannya terhadap ayat-ayat Al-Qur'an dengan mengabadikanya di atas alat-alat yang mungkin dapat dipergunakannya. Sedangkan Hadits tidak diabadikan dalam tulisan sebagaimana ayat-ayat Al-Qur'an tetapi diriwayatkan dengan lisan. Rasulallah saw. telah melarang untuk menulis sesuatu selain Al-Qur'an sebagaimana sabdanya :

“Jangan kamu tulis sesuatu yang kamu telah terima dariku selain Alqur'an, barang siapa yang menuliskan yang ia terima dariku selain alqur'an hendaklah ia hapus, ceritakan saja yang kamu dengar terima dariku, tidak mengapa. Barang siapa yang berdusta atas namaku maka hendaklah ia menduduki tempat duduknya di neraka” (Riwayat Muslim).

Larangan Penulisan hadits tersebut ialah untuk menghindarkan adanya kemungkinan sebagian sahabat penulis wahyu memasukkan hadits ke dalam Al-Qur'an, lebih-lebih generasi yang tidak menyaksikan zaman tanzil (turunya wahyu) tidak mustahil adanya dugaan bahwa seluruh yang tertulis adalah Al-Qur'an semuanya, sehingga bercampur aduk antara Al-Qur'an dengan Hadits.

2. perintah menulis hadits

Disamping Rasulallah saw. melarang menulis hadits beliau juga memerintahkan beberapa orang sahabat tertentu untuk menulis Hadits. Misalnya hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. Menerangkan bahwa sesaat ketika kota Makkah kembali dikuasai oleh Nabi Muhammad saw. beliau berdiri berpidato dihadapan manusia, di waktu beliau berpidato tiba-tiba seorang laki-laki dari Yaman yang bernama Abu Syah berdiri dan berkata : “Ya Rasulallah tulislahlah untukku!” Jawab Rasul “Tulislah oleh kamu sekalian untuknya”
Selain hadits di atas sejarah juga mencatatat adanya beberapa naskah tulisan yang bersifat pribadi dari beberapa sahabat.


=>> Para sahabat yang mempunyai naskah hadits antara lain :

a. 'Abdullah bin 'Amr bin 'Ash r.a. (7 sebelum Hijrah-65 Hijrah)
Adalah seorang sahabat yang selalu menuliskan apa yang pernah didengarnya dari Nabi Muhammad saw tindakan ini pernah ditegur oleh beberapa orang Qurays ujarnya “ Kautuliskan semua apa-apa yang kamu dengar dari nabi? Sedangkan nabi itu manusia biasa yang kadang-kadang berbicara dalam keadaan suka dan kadang-kadang berbicara dalam keadaan duka?” atas teguran tersebut ia segera menanyakan tindakannya itu pada Rasulallah saw.
Jawab Nabi saw. :
“ Tulislah! Demi Dzat yang nyawaku berada di tangan-Nya, tidaklah keluar dari padanya selain hak”(Riwayat Abu Daud).

b.Jabir bin 'Abdullah Al-Anshary r.a. (16 H.-73 H.).
naskah jabir 'Abdullah Al-Anshary dinamai “Shafiah jabir”.

Nash-nash yang melarang menulis hadits di satu pihak dan yang mengizinkan di pihak lain, bukanlah nash-nash yang saling bertentangan satu sama lain, akan tetapi nash-nash itu dapat disimpulkan sebagai berikut:

=> Bahwa larangan menulis hadits itu adalah terjadi di awal-awal islam untuk menjaga agar Alqur'an tidak bercampur dengan hadits. Tetapi setelaj jumlah kaum muslimin semakin bertambah dan telah banyak mengenal Al-Qur'an, maka hukum larangan menulis Hadits di-nasakh-kan dengan perintah yang membolehkannya. Dengan demikian hukum menulisnya adalah boleh.

=> Bahwa larangan menulis Hadits itu bersifat umum, sedang perizinan menulisnya bersifat khusus bagi orang yang mempunyai keahlaian tulis menulis hingga terjaga dari kekeliruan dari menulisnya.

=> Bahwa larangan menulis hadits ditunjukkan kepada orang yang lebih kuat menghafalnya dari pada menulisnya, sedangkan izin menulis hadis ditujukan kepada orang yang tidak kuat hapalannya seperti Abu Syah.

b. Masa al-khulafa ar-rasyida

Pada masa ini perkembangan Hadits tidak begitu pesat, terutama pada masa kekhalifahan Abu Bakr r.a. dan Umar bin Khatab r.a., hal ini karena anjuran beliau kepada para sahabat agar mengutamakan penyiaran Al-Qur'an, bahkan dalam rangka menyukseskan penyebaran Alqur'an ini Umar bin Khatab r.a mengadakan larangan memperbanyak riwayat Hadits. Kebijaksanaan kedua khalifah tersebut dapat dimaklumi mengingat bahwa masyarakat pada waktu itu belum seluruhnya mengenal Al-Qur'an sebagi dasar syari'at yang pertama.
Saat Usman bin 'Affan r.a menjadi khalifah adalah merupakan saat terpenting bagi perkembangan Hadits, para sahabat kecil dan tabi'in mulai menaruh perhatian serius dalam mencari dan mengumpulkan Hadits Rasulallah saw. dari para sahabat besar yang jumlahnya kian hari kian berkurang dan tempat tinggalnya sudah berpencar di berbagi pelosok kekuasaan islam waktu itu.
Sejak berakhirnya pemerintah khalifah Usman r.a (40 H.) dan pada awal berdirinya khalifah 'Ali bin Abi Thalib r.a mulai timbul hadits-hadits palsu (maudlu').

c. Menulis dan membukukan hadits secara resmi (abad ke II. H.)

Perintis dan sejarah (motif) membukukan Hadits

Setelah agama islam tersebar dan dipeluk oleh masyarakat luas bahkan oleh penduduk yang bertempat tinggal di luar jazirah arab dan para sahabat mulai terpencar di beberapa wilayah bahkan tidak sedikit jumlahnya yang meninggal dunia, maka keadaan seperti ini telah menggerakkan hati khalifah 'Umar bin 'Abdul 'Aziz (99.-101.H.) - seorang khalifah bani 'Umaiyah untuk menulis dan membukukan (mendewankan) Al-Hadist.

Motif utama khalifah 'Umar bin 'Abdul 'Aziz berinisiatif untuk menulis dan membukukan Al-Hadits:

=> Kekhawatiran beliau akan hilang dan lenyapnya Hadits dari perbendaharaan masyarakat, disebabkan belum didewankannya dalam dewan Hadits.

=> Keinginan beliau untuk memelihara dan membersihkan Hadits dari Hadits-Hadits Maudlu' yang dibuat oleh orang-orang untuk mempertahankan ideologi golongannya, atau sekte tertentu atau untuk mempertahankan mazhabnya. Ini mulai muncul sejak awal berdirinya kekhalifahan 'Ali bin 'Abi Thalib r.a

=> Kekhawatiran akan bercampurnya ayat-ayat Al-Qur'an dengan Al-Hadits sebagaimana pada zaman Rasulallah saw. telah hilang disebabkan Al-Qur'an telah dikumpulkan dalam satu mushaf dan telah merata di seluruh pelosok kekuasaan islam serta telah dihafal oleh beribu-ribu umat islam.

=> Terjadinya perang antara kaum muslimin dengan orang-orang Kafir, serta perang saudara orang -orang Muslim semakin menjadi-jadi, maka berakibat berkurangnya ulama-ulama Hadits.

Khalifah 'Umar bin 'Abdul Aziz telah mengintruksikan kepada seluruh pejabat dan ulama yang yang memegang kekuasaan di wilayah kekuasaanya untuk mengumpulkan Hadits-hadits Nabi saw. Misalnya, beliau meginstruksikan kepada Wali Kota Madinah, Abu Bakr bin Muhammad bin 'Amr bin Hazm dan seorang tabi'iy wanita 'Amrah binti 'Abdurrahman.
Beliau juga menginstruksikan kepada Ibnu Syihab Az-Zuhry seoraang imam dan ulama Besar di Hijaz dan Syam, beliau mengumpulkan hadits-hadits dan ditulisnya pada lembaran-lembaran dan dikirimnya kepada masing-masing penguasa di tiap-tiap wilayah masing-masing satu lembar, itulah sebabnya para ahli sejarah dan ulama menganggap bahwa Ibnu Syihablah-lah orang yang mendewankan Hadits secara resmi atas perintah khalifah Umar bin 'Abdul 'Aziz.

d. Metodologi ulama dalam menyeleksi Hadits

I. Metode penyeleksian Hadits pra-kodifikasi

a. Membandingkan matan hadits dengan ayat al-Qur’an yang berkaitan.
Teknik ini kerap kali dilakukan oleh sejumlah sahabat Nabi. Umar bin Khattab misalnya, ia pernah mempertanyakan dan kemudian menolak hadis yang diriwayatkan oleh Fatimah bin Qais yang menyatakan bahwa wanita yang dicerai tidak berhak menerima uang nafkah (dari mantan suaminya). Menurut Umar (matan) hadis tersebut, bila dibandingkan tidak sejalan dengan bunyi ayat al-Qur'an.
Sebagai contoh 'Aisyah pernah mengkritik hadis yang disampaikan oleh Abu Hurairah, Ibnu ‘Abbas dan ibnu ‘Umar yang menyatakan bahwa orang yang meninggal dunia akan disiksa karena ratapan tangis keluarganya. Menurut ‘Aisyah hadits tersebut tidak sejalan dengan al-Qur'an.


b. Membandingkan (matan-matan) hadis dalam dokumen tertulis dengan hadis-hadis yang disampaikan dari hafalan.
Dalam teknik ini apabila ada perbedaan antara versi tulisan dengan versi lisan, para ulama biasanya lebih memilih versi tulisan daripada versi lisan, karena dianggap lebih kuat (ahfaz). Imam Bukhari (w. 256 H=870 M) misalnya, beliau pernah melakukan teknik ini pada saat menghadapi matan hadis tentang mengangkat tangan ketika akan ruku dalam shalat, yang diriwayatkan oleh Sufyan melalui Ibnu Mas’ud. Setelah membandingkannya, Bukhari memutuskan untuk memilih hadis yang diriwayatkan oleh Yahya bin Adam yang teleh mengeceknya dari kitab ‘Abdullah bin Idris (dalam versi tulisan), dan pada matan tersebut tidak memuat redaksi yang mengundang perselisihan.


c. Perbandingan antara pernyataan dari seorang periwayat yang disampaikan pada waktu yang berlainan.

d. Membandingkan hadis-hadis dari beberapa murid yang mereka terima dari satu guru.

e. Melakukan rujuk silang antara satu periwayat dengan periwayat lainnya.

II. Metode penyeleksian Hadits pasca kodifikasi.

a. Membandingkan matan-matan hadis dengan ayat al-Qur’an yang terkait atau memiliki kedekatan susunan redaksi.
Dalam teknik ini sesungguhnya tidak lagi sekedar kritik perbandingan teks, tetapi perlu melibatkan aspek pemahaman atau pemaknaan teks. Membandingkan teks atau matan-matan hadis dengan ayat-ayat al-Qur'an dari susunan redaksi adalah kurang proposional, karena redaksi atau lafal-lafal al-Qur'an diriwayatkan secara mutawatir, sedangkan matan-matan hadis hampir seluruhnya diriwayatkan menurut maknanya saja (riwayah bi al-ma’na). Namun demikian, perbandingan teks ini bukanlah hal yang mustahil dilakukan, dan analisis perbandingan matan-matan hadis dengan al-Qur'an tetap membantu proses kritik.

b. Membandingkan antara matan-matan hadis.
yaitu menghimpun matan-matan hadis. Untuk itulah penelusuran hadis-hadis (secara lengkap sanad dan matannya) kepada sumber-sumber aslinya yang dikenal dengan istilah takhrij al-hadis, Matan-matan hadis hendaknya yang memiliki kesamaan makna, dan lebih bagus lagi yang susunan redaksi atau lafalnya satu sama lain memiliki kemiripan. Ini penting karena dimungkinkan bahwa hadis-hadis itu pada mulanya bersumber dari orang yang sama, kemudian mengalamai perbedaan redaksi karena diriwayatkan oleh para periwayat berikutnya secara makna.

Abad ke 3 dari Hijriyah adalah masa perang ideologi antar sekte dan golongan, secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi keorsinilan Hadits-hadits Nabi saw, karena setiap sekte atau golongan demi untuk mempertahankan mazhabnya telah membuat Hadits-hadits palsu hingga mazhabnya tetap unggul dan eksis. Maka mulailah tersebar Hadits-hadits maudlu', keadaan seperti ini bila dibiarkan tentu akan berakibat fatal terhadap kemurnian syariat islam.
Penulis akan coba paparkan di antara sebab-sebab timbulnya hadits-hadits palsu:

1. At-Ta'asyub As-Siyasii (Fanatisme Politik); dengan sebab ini mereka berani menafsirkan Al-qur'an keluar dari makna yang asli hanya sekedar untuk menguatkan golongan mereka masing-masing, dan juga membuat suatu hadits dengan sanad yang masyhur yang sebenarnya itu bukanlah haqiqi, seperti kelompok Ar-Rafidhah yang banyak melakukan kebohongan dalam hadits untuk membela Ahlul bait karena kebanyakan mereka dari fars yang bergolongan syi'ah.
2. At-Ta'asyub al-'Unshurii (fanatisme golongan); yaitu seperti ketika telah terjadinya gejolak antara bani 'abbas dan bani umayah, dan dimenangkan oleh bani 'abbas, yang kemudian muncul golongan asy-syu'ubiyah dengan mengedepankan bangsa asing dan menganggap lebih dari utama dari bangsa arab, dengan cara membuat hadits palsu.
3.Az-Zindiqah adalah golongan yang tidak memiliki agama yang berusaha menghancurkan agama Islam dengan cara membuat hadits palsu dalam masalah aqidah, akhlak, serta halal dan haram.
4.Pertentangan fiqhiyah, kalamiyah, dan kefanatikan untuk menguatkan pendapat mereka dari yang lainnya. Ketidak pahaman di dalam agama sementara ia menginginkan kebaikan tetapi dengan cara yang salah.
5.Para pencerita yang sengaja bercerita untuk melemahkan hati orang awam dengan tujuan mencari kenikmatan dunia semata.

Meski sudah bertebar luasnya Hadits palsu yang disebabkan oleh golongan-golongan dengan segala macamnya, tetapi para ulama sangat selektif dalam mencari dan mahami suatu hadits; apakah ia termasuk hadits shahih, dhaif, atau palsu. Para ulama telah bangkit dan membuat kaidah-kaidah dan syarat-syarat Hadits shahih. Sehingga bisa menyaring atau menyeleksi Hadits yang benar-benar dari Rasulallah saw atau hadits palsu.
Pada abad ke tiga Hijriyah ini juga muncul ide-ide untuk mengumpulkan yang shahih-shahih saja yang dipelopori oleh Imam Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Bardizbah al-Bukhari (Imam Bukhari) dengan karyanya Jami'us Shahih dan disusul oleh muridnya Imam Muslim bin Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi an-Naisaburi (Imam Muslim).

Kajian Kritis Ilmu Hadits Bag II


C. Konsep Al-Jarhu wa Al-Ta'dil (Mencacat dan meng-adil-kan rawi)

1. Ta'rif

Lafadh Jarh menurut muhaditsin ialah sifat seorang rawi yang dapat mencacatkan keadilannya atau kehafalannya, men-jarh atau mentarjih seorang rawi berarti menyifati seorang rawi dengan sifat-sifat yang dapat menyebabkan kelemahan atau kecacatannya sehingga tertolak apa yang diriwayatkannya. Rawi yang dikatakan adil ialah orang yang dapat menjaga sifat-sifat atu akhlaknya dari menodai agama. Memberikan sifat-sifat terpuji kepada seorang rawi hingga apa yang diriwayatkannya dapat diterima.
2. Faedah Ilmu Jarh wat-Ta'dil

**Ialah untuk menetapakan apakah periwayatan seorang rawi itu dapat diterima atau harus ditolak sama sekali.**

=>> Macam-macam keaiban rawi:

1.Bid'ah (melakukan tindakan tercela atau di luar syariat)
2.Mukhalafah (Melaini dengan periwayatan orang yang lebih tsiqah)
3.Ghalath (banyak kekeliruan dalam periwayatannya)
4.Jahalatul Hal (tidak dikenali identitasnya)
5.Da'wa'l-inqitha' (diduga keras sanadnya tidak bersambung)


=>> Jalan-jalan untuk mengetahui keadilan seorang rawi atau kecacatannya

Keadilan seorang rawi dapat diketahui dengan salah satu dari dua ketetapan berikut:

Pertama, dengan kepopulerannya di kalangan para ahli ilmu bahwa ia dikenal sebagai orang yang adil.

Kedua, dengan pujian dari seseorang yang adil (tazkiyah) yaitu ditetapkan sebagai rawi yang adil oleh orang-orang yang adil yang semula rawi yang dita'dilkan belum dikenal sebagi rawi yang adil.

Penetapan tentang kecacatan seorang rawi juga dapat ditentukan dengan dua jalan sebagai berikut:

Pertama, berdasarkan berita tentang ketenaran seorang rawi dalam keaibannya.

Kedua, berdasarkan pentajrihan dari seorang yang adil yang telah mengetahui sebab-sebab dia cacat (menurut ulama Muhadditsin) sedang menurut para fuqaha' sekurang-kurangnya harus ditajrih oleh dua orang laki-laki yang adil.

=>> Syarat-syarat bagi orang yang menta'dilkan dan men-tajrihkan:

1.Berilmu pengetahuan
2.Taqwa
3.Wara' (orang yang selalu menjauhiperbuatan maksiat, syubhat-syubhat, dosa-dosa kecil dan makruhat-makruhat)
4.Jujur
5.Menjauhi fanatik golongan
6.Mengetahui sebab-sebab untuk menta'dilkan dan mentajrihkan.


Menta'dilkan atau mentajrihkan sesorang tanpa menyebutkan sebab-sebanya masih diperselisihkan oleh para ulama, tetapi pendapat yang banyak dianut oleh kebanyakan para muhadditsin adalah menta'dilkan seorang rawi tanpa menyebutkan sebab-sebabnya adalah diterima, karena sebab-sebab itu banyak sekali. Sedangkan untuk men-tajrih-kan seorang rawi tidak diterima tanpa menyebutkan atau menerangkan sebab-sebabnya.

3. Perlawanan antara jarh dan ta'dil

Dalam hal ini ada 4 pendapat ulama:

=> Jarh harus didahulukan secara mutlak, walaupun jumlah mu'adilnya lebih banyak dari pada jarhnya, pendapat ini dipegang oleh jumhur ulama.

=> Ta'dil harus didahulukan dari pada jarh.

=> Bila jumlah mu'adilnya lebih banyak dari pada jarihnya didahulukan ta'dil.

=> masih tetap dalam keta'arudlan-nya selama belum ditemukan yang merajihkannya.



4. Susunan lafadh-lafadh untuk menta'dilkan dan mentajrihkan rawi

Susunan lafadh-lafadh untuk menta'dilkan rawi
Ibnu hajar menyusunya menjadi 6 tingkatan, yaitu:

Tingkatan I
Segala sesuatu yang mengandung kelebihan rawidalam keadilan dengan menggunakan lafadh-lafadhyang berbentuk af'alut-tafdil. Misalnya: أوثق الناس : Orang yang paling tsiqah

Tingkatan II
Memperkuat ketsiqahan rawi dengan membubuhi satu sifat dari sifat yang menunjuk keadilan dan kedhabitannya, baik sifat yang dibubuhkan itu selafadh (dengan mengulangnya) maupun semakna, misalnya: ثقة ثقة : Orang yang tsiqah (lagi) tsiqah.

Tingkatan III
Menunjuk keadilan dengan suatu lafadh yang mengandung arti kuat ingatan. Misalnya: ثقة : orang yang tsiqah.

Tingkatan IV
menunjuk kedhabitan dan keadilan, tetapi dengan lafadh yang tidak mengandung arti kuat ingatan dan adil (tsiqah). Misalnya: صدوق : orang yang sangat jujur

Tingkatan V
Menunjuk kejujuran rawi, tetapi tidak terpaham adanya kedhabitan, Misalnya: محله الصدق : orang yang bersetatus jujur.

Tingkatan VI
Menunjuk arti mendekati cacat atau aib dengan membubuhi kalimat “Insyaallah” atau lafadh itu ditasghirkan (pengecilan arti) atau lafadh itu dikaitkan dengan suatu pengharapan. Misalnya:
صدوق إنشاء الله : orang yang jujur insyaallah.

Susunan lafadh-lafadh untuk mentajrihkan rawi
Ada 6 tingkatan juga

Tingkatan I
Menunjukkan kepada keterlaluan rawi tentang cacatnya dengan menggunakan lafadh-lafadh tafdhil
Misalnya: أوضع الناس : orang yang paling dusta

Tingkatan II
Menunjuk kesangatan cacat dengan menggunakan lafadh berbentuk sighath muballaghah.
Misalnya: كذاب : orang yang pembohong
Tingkatan III
Menunjukkan kepada tuduhan dusta, bohong dsb. Misalnya: فلان مبتهم بالكذب : orang yang dituduh bohong

Tingkatan IV
menunjukkan kepada kesangatan lemahnya. Misalnya: فلان ضعيف : orang yang lemah

Tingkatan V
Menunjuk kepada kelemahan dan kekacauan rawi mengenai hafalannya. Misalnya: فلان لا يحتج به : orang yang tidak dapat dibuat hujjah haditsnya.



Tingkatan VI
Mensifati rawi dengan sifat-sifat yang menunjukkan kelemahannya, tetapi sifat-sifat itu berdekatan dengan adil. Misalnya: فلان مقال فيه : orang yang diperbincangkan

Perlu diketahui dalam masalah yang berkaitan dengan jarh dan ta'dil ini bahwa para sahabat itu tidak menjadi sasaran dalam pembahasan ilmu ini, karena sudah disepakati oleh jumhur ulama bahwa semua sahabat adalah dipandang adil, karena itu semua periwayatan mereka dapat diterima.
Apabila kita temukan sebagaian ahli jarh dan ta'dil menjarhkan seorang rawi, maka kita tidak perlu segera menerima pentarjihan tersebut, tetapi hendaklah kita selidiki terlebih dahulu.

Penutup
Bagaimanapun segala paparan di atas harus dikaji ulang terutama historis kodifikasi Hadits dari zaman ke zaman, sehingga mampu untuk menyingkap tabir-tabir yang menghalangi fakta kemurnian hadits dan menyingkirkan syubhat-syubhat yang sengaja dibuat oleh orang -orang yang ingin menghancurkan islam,sesuatu yang kita klaim sebuah kebenaran belum tentu itu kebenaran yang senantiasa benar dari generasi ke generasi, boleh jadi sebuah historis yang kita anggap fakta ternyata dimanipulasi oleh sebuah ideologi politik atau golongan tertentu.

Demikianlah makalah yang singkat ini, mudah-mudahan bisa menambah wawasan kita dalam kajian metodologi ilmu hadits, untuk mendalami ilmu hadits silahkan para pembaca untuk merujuk kepada buku-buku yang berkenaan dengan tema-tema yang pemakalah tuliskan.

Sumber-sumber pengambilan dan bacaan

1.Ikhtishar Musthalahul Hadits, Drs. Fatchur Rahman, PT.Alma'arif, Bandung, Indonesia
2.Manahijul Muhadditsin, Diktat Kuliyah Universitas Al-Azhar Jurusan Usuluddin, Dr. Al-Khusu'iy Al-Khusu'iy Mohammad Al-Khusu'iy
3.Rawatu-l-Hadits wa Thabaqatihim, Dirasah wasfiyah takhliliyah, Dr. Mosthafa Mohammad Abu 'Imarah, Maktabah Iman, Giza, Cairo
4.Mausu'ah Ulumul hadits, Wazaratul Al-Auqaf Majlis a'la li su'unil Al-Islamiyah, Republik Arab Mesir, 2007.M-1428.H
5.Om Google.com

@Ditulis dengan Openoffice.org Writer 2.4 di atas sistem Linux Ubuntu 8.04 Hardy Heron-april 2008

25 Juni, 2008

Dr. Muhammad Iqbal



Oleh: Herisuanto bin Mahfudz

Dr. muhammad Iqbal adalah salah seorang tokoh abad ke-20 yang menjadi kebanggaan dunia islam, dulu, kini dan akan datang. Beliau telah memberikan sumbangan besar pada dunia islam bahkan dunia internasional, Tokoh yang berasal dari Pakistan ini selain terkenal sebagai penyair besar dalam peradaban dunia sastra islam juga terkenal sebagai pemikir, filosof, ahli perundang-undangan, reformis, politikus, ahli kebudayaan dan pendidikan.
Kalau kita perhatikan karya-karyanya yang dituangkan dalam syair-syair dan puisinya dapat kita tangkap beliau tidak hanya menyerukan rasa hatinya dalam pembentukan atau kemerdekaan negara Pakistan dari tangan penjajah, tetapi juga tentang kegemilangan zaman islam di Spanyol, mengenai nasib Umat islam seperti faktor-faktor yang menjadi penyebab kemunduran umat islam dan faktor-faktor yang mendorong kebangkitan umat islam, beliau juga menyinggung tentang keburukan dan kebaikan budaya barat dan sebagainya.

Riwayat Hidup Sang Penyair

Dr.Muhammad Iqbal dilahirkan di Sialkot, Wilayah Punjab (pakistan barat) pada tahun 1877. Iqbal berasal dari keluarga Brahma Kashmir, tetapi nenek moyang Muhammad Iqbal telah memeluk islam 200 tahun sebelum Ia dilahirkan. Ayah muhammad Iqbal, Nur Muhammad adalah penganut islam yang taat dan cenderung ke pada ilmu tasawuf.
Dengan lingkungan dan asuhan yang ada dalam rumah muhammad Iqbal, sedikit banyak telah menanamkan roh islam dalam jiwa Muhammad Iqbal, Ia masuk sekolah dasar dan menengah di Sialkot. pada masa yang sama Ia mendapatkan pendidikan agama secara langsung dari seorang guru yang bernama Mir Hassan, dari guru beliau ini ia memahami islam secara mendalam, mengajarinya sikap kritis dan mengasah bakatnya dalam dunia kesusastraan.
Tidak berlebihan jika dikatakan pengaruh didikan gurunya Mir Hassan ini direkam mendalam dan sangat mempengaruhi jiwa Muhammad Iqbal yang ia ukir lewat untaian bait-bait syair sebagaimana tergambar dalam rangkaian sajaknya ini:
Cahayanya dari keluarga Ali yang penuh berkah
Pintu gerbang dibersihkan sentiasa, bagiku bagaikan Kaabah
Nafasnya menumbuhkan tunas keinginanku
Penuh ghairah hingga menjadi kuntum bunga yang merekah indah
Daya kritis tumbuh dalam diriku oleh cahayanya yang ramah.
(Lihat Dr. H. H. Bilgrami; 1979:16).

Pada tahun 1895 Muhammad iqbal melanjutkan sekolahnya di Government College Lahore. di sini ia dapat menguasai bahasa arab dan inggris dengan baik disamping penguasaanya terhadap bahasa urdu dan bahasa persi. Ia lulus sarjana muda Bachelor of Arts tahun 1897 untuk jurusan Filsafat, Bahasa Arab, dan Sastera Inggeris, dan gelaran Master of Arts pada 1899, setelah itu Ia mendalami bahasa arab di Oriental College, Lahore. saat beliau mendapatkan gelar Master of Arts Ia bertemu dengan Sir Thomas Arnold, seorang cendekiawan pakar filsafat modern, yang kemudian menjadi jambatan Iqbal ke peradaban Barat dan mendukungnya untuk melanjutkan pendidikan di Eropa. Selama berada di Lahore Iqbal banyak penulis puisi dan banyak berkenalan dengan sastrwan-sastrawan terkenal serta aktif pada persatuan-persatuan sastrawan di sana.
Muhammad Iqbal yang kuat keislamannya sangat tertarik kepada Profesor Thomas Arnold Sahabat rapat kenalannya sekaligus gurunya, karena Thomas Arnold seorang orientalis yang berpegang teguh kepada fakta-fakta ilmiah, cenderung kepada kebenaran, tidak merendahkan Islam dan tidak mencaci penganut-penganut Islam, sebagaimana setengah orientalis yang anti Islam.
Dengan gagasan ilmu dan kebudayaan Islam murni yang dipelajarinya dari Mir Hassan dan cara Thomas Arnold menyampaikan pengetahuan Islam, menimbulkan dua pengaruh dalam diri Muhammad Iqbal yaitu menghayati nilai suci Islam dan menghargai serta mengambil nilai-nilai yang baik dari peradaban Barat.
Selama Belajar di Eropa pemikiran Muhammad Iqbal tidak jumud sebaliknya ia memperhatikan dengan hikmah perkembangan peradaban barat. Ia mendapatkan bahwa orang orang Barat lebih mementingkan kebendaan dari pada kehormatan, mereka mengagungkan paham materialisme, imperialisme, dan nasionalisme. Iqbal mengingatkan bahawa kehidupan masyarakat yang sedemikian itu lambat-laun akan musnah dan binasa seperti yang dibayangkannya dalam sajaknya ini :
Saat tersingkap rahsia telah datang
Sang kekasih kan dipandang semua orang
Rahsia yang tersembunyi dalam kesunyian
Akan menjadi kenyataan.
Wahai penduduk benua Barat,
Bumi Tuhan bukanlah kedai
Apa yang kalian anggap berharga,
Akan terbukti tak bernilai
Peradaban kalian akan bunuh diri
Dengan senjatanya sendiri,
Sarang yang dibangunkan di atas kerapuhan dahan
Pasti tak akan lama bertahan.
(Lihat Dr.H.H.Bilgrami; 1979:18)


Karya-karyanya

Muhammad Iqbal adalah seorang yang kreatif berpuisi. Segala pemikiran dan perjuangannya terpancar dalam puisinya yang bernafaskan Islam dengan pengolahan bahasa dan bait syair yang indah. Oleh kerana itu beliau lebih dikenal sebagai sastrawan besar islam.
Antara karya puisinya yang dianggap besar pernah diterbitkan ialah Asrari Khudi (Rahsia agung-Rahsia Peribadi), terbit pada tahun 1915, diikuti dengan Rumuz bi Khudi (Rahsia tidak Mementingkan Diri Sendiri), pada tahun 1917, Fayami Mashriq (Pesan Untuk Timur), Tulu'ul Islam (Munculnya Islam) dan banyak lagi pada tahun-tahun berikutnya, bukunya yang dianggap penting ialah Reconstruction of Religious Thought in Islam (Membina Kembali Cita-Cita Keagamaan Dalam Islam) dan sebuah lagi yang tidak dapat disiapkannya kerana sakit tua yang dideritanya ialah The Reconstruction of Muslim Jurisprudence. Kebanyakan sajak-sajaknya ditulisnya dalam bahasa Parsi dan Urdu.
Setelah sakit agak lama, Sang penyair agung islam Muhammad Iqbal menghembuskan nafasnya yang terakhir pada 21 April 1938 dalam usia 65 tahun. Sayangnya beliau tidak sempat melihat sebagian dari usaha dan impiannya yang kemudian setelah ia wafat menjadi kenyataan.
Sesaat sebelum wafatnya, sang penyair besar itu menggoreskan sajak:
Bila beta telah pergi meninggalkan dunia ini, Tiap orang kan berkata ia telah mengenal beta Tapi sebenarnya tak seorang pun kenal kelana ini, apa yang Ia katakan Siapa yang ia ajak bicara Dan darimana ia datang.


Al-Qur'an

Mengenai Al-Qur'an, Muhammad iqbal menceritakan bahwa kitab suci ini telah menuntunnya kepada kesadaran yang mendalam dalam jiwanya katanya:
"Setiap hari selepas sholat Subuh, aku terus membaca Al-Quraan. Ayahku memerhatikan keadaan ini lalu bertanya: "Apa yang engkau baca?". Aku menjawab: "Aku sedang membaca Al-Qura'an". Demikianlah halnya selama tiga tahun ayahku bertanya pertanyaan yang sama dan aku memberikan jawaban yang sama. suatu hari aku bertanya kepadanya: "Apakah yang ada dalam dadamu wahai ayahku, engkau bertanya pertanyaan yang sama dan aku terpaksa menjawab dengan jawaban yang sama". Maka jawab ayahku: "sebenarnya aku ingin mengatakan kepadamu wahai anakku, bacalah Al-Qura'an itu seolah-olah ia diturunkan kepadamu". Sejak itulah aku mulai mencoba memahami kandungan Al-Quraan dan dari Al-Quraanlah aku mendapat cahaya inspirasi untuk sajak-sajakku". [Lihat Abu Al-Hasan Al-Nadawi, Rawa'ie Iqbal (Keindahan Iqbal, 1978)]
Dari sini jelaslah bahwa Al-Qur'an adalah sumber utama inspirasi syair-syairnya yang ditunjang dengan bakatnya yang besar dalam kesusastraan.
Tema Cinta
Iqbal seolah-olah tidak merasa puas dengan sajak yang pendek untuk menyampaikan maksudnya yang tersemat dalam hati dan pemikirannya. Dengan sajak yang panjang, ia bebas mencurahkan isi pemikiran dan mengalunkan perasaanya termasuk perasaan cinta yang menjadi fitrah manusia
Dalam menghayati keluasan cinta ini, Iqbal tidak pernah lupa bahawa kemuncak daripada segala yang dicintai ialah Allah Swt dan kekasih-Nya nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wassalam. Mari kita nikmati suara hati Iqbal ini :
Titik yang bercahaya yang namanya ialah diri
Adalah bunga api hidup di bawah debu kita
Dengan cinta, ia jadi abadi
Lebih pintar, lebih membakar, lebih bersinar
Dari cinta bermula kegemilangan wujudnya,
Dan pembangunan kemungkinannya yang tidak diketahui
Keadaannya mengumpul api dari cinta
Cinta mengarahnya menyinari dunia
Cinta tidak takut pedang atau keris
Cinta bukan dilahirkan dari air dan udara dan tanah
Cinta mengadakan damai dan perang dalam dunia
Cinta ialah pancaran hidup
Cinta ialah pedang mati yang berkilauan
Batu yang paling keras retak oleh pandangan cinta
Cinta Allah akhirnya menjadi seluruhnya Allah
Dalam hati manusia bertempatnya Muhamamd
Tanah Madinah lebih manis dari kedua-dua alam
Oh gembiralah kota di mana tinggalnya yang dicinta
Konsep cinta Iqbal ini sesuai dengan ajaran Islam yang menuntut penganutnya memberikan keutamaan cinta kepada Allah Swt dan Rasulullah Saw sebelum cinta kepada yang lainnya.

Politik

Pada tahun 1927, Iqbal berkiprah di arena politik secara aktif dan Ia dipilih sebagai perwakilan Dewan Punjab selama tiga tahun. Selanjutnya pada tahun 1930 diangkat menjadi presiden Sidang Tahunan Liga Muslim yang berlangsung di Allahabad. Dalam kesempatan ini Iqbal mengutarakan ide pembentukan sebuah negara Islam Pakistan. Ide ini dibentangkan berdasarkan geografi, keagamaan dan kesejahteraan masyarakat Islam yang jumlahnya jauh lebih kecil dibandingkan masyarakat Hindu.
Tujuan membentuk negara islam itu ditegaskan oleh Iqbal dalam rapat Liga Muslim pada tahun 1930 yang mendapat dukungan dari para anggotanya. Sejak saat itu ide dan tujuan pembetukan negara islam tersebut diumumkan secara resmi dan kemudian menjadi tujuan perjuangan nasional umat Islam India. Disebabkan gagasan ide ini, Iqbal telah diberi julukan sebagai : ‘Bapak Pakistan’.
Daerah-daerah yang diinginkan oleh Iqbal menjadi satu negara Islam India adalah Punjab, daerah perbatasan Utara Sind dan Balukhistan.
Di samping menyuarakan pembentukan negara Islam Pakistan, Iqbal juga menyeru kepada kebangkitan dan mempererat persaudaraan Islam sedunia. Bagaimanapun sebagai seorang yang dilahirkan di Timur, Iqbal tetap mempertahankan dan menyanjung kebudayaan dan keperibadian Timur yang halus, tinggi dan indah. Tentunya termasuk dalam arti kata Timur itu ialah hasil budaya masyarakat benua kecil India.
Terbentuknya negara islam Pakistan sebagaimana yang diasaskan Muhammad Iqbal dapat tercapai pada tahun 1947 setelah beliau meninggal dunia.

Penutup

Dalam mencari konsep sastra Islam, jelas bahwa Muhammad Iqbal adalah salah seorang tokoh besar yang dapat menjadi contoh. Iqbal tidak hanya semata-mata kepunyaan Pakistan, tetapi juga kepunyaan seluruh dunia Islam. Semakin dunia sadar akan kemurnian Islam, semakin terasa kebenaran pendapat dan falsafah Iqbal yang terpancar melalui syair-syairnya dan terasa dekatnya Iqbal itu dengan diri kita. Rahasia kejayaan dan kekuatan Iqbal bersumber pada Al-Qura'an dan al-Sunnah yaitu dua sumber besar yang terukti mampu merubah dunia dan telah disaksikan sepanjang sejarah manusia.
Melodi selamat tinggal akan menggema atau tidak
Nafiri akan berbunyi dari Hijaz atau tidak,
Hari fakir ini telah sampai pada batanya
Pujangga yang lain akan datang atau tidak.


Sumber tulisan:
Hadiah Majalah Al Azhar, Safar,1429 H/2008:
Penyair Islam, Dr.Muhammad Iqbal, Syaikh Abu Al-hasan Ali Al-husni Annadwy
Internet, Mas Google.com

Geliat Dakwah di Indonesia dalam dunia Intertainment


Oleh: Herisuanto Mahfudz

Ramadhan baru saja berlalu, suasana ramadhan yang berkah masih menyisakan kenangan indah dalam hati-hati hamba-Nya yang medapatkanya yaitu ketenangan dan kedamaian, masjid-masjid senantiasa ramai dengan pengunjungnya, alunan suara tadurus Alqur'an menambah semaraknya malam-malam di bulan ramadhan.
Ramadhan menjadi momen penting bagi para da'i untuk menyampaikan dakwah nya, itu bisa kita lihat banyaknya kegiatan yang di adakan di masjid masjid seperti safari ramadahan, majlis taklim dan sebagainya. Aparat pemerintahan dan tokoh-tokoh partai politik juga tidak ketinggalan ikut serta dalam kegiatan dakwah sepanjang ramadahan.
Dalam dunia intertainment Indoesia, penulis menilai sepertinya ramadahan menjadi bulan metamorfosa penampilan artis dan aktris di televisi, lihat saja televisi nasional hampir semua memasang selebritis sebagai pemikat pemirsa. menariknya, ketika mereka tampil di televisi brsinggungan dengan dakwah islam, sebut saja sebagai contoh acara paket sahur kita bersama Ulfa dan Eko Patrio (SCTV),Kipas Ramadhan bersama Inneke Koesherawati (RCTI). Acara lain menjelang buka puasa TPI bersama Cici Paramida dalam acara Bukan Hanya Mimpi.
berangkat dari paparan di atas penulis mencoba untuk memaparkan perjalanan dakwah di indonesia dalam dunia Intertainment.
Dakwah melalui dunia inertainment, bagaimana mungkin? bukankah dunia intetainment dunia hiburan dan hiburan adalah bersenang-senang semata dan banyak sia-sianya, baiklah penulis akan mencoba memaparkan kepada pembaca perjalanan dakwah dalam dunia gemerlap ini.

Dalam dunia perfileman

Sebenarnya metode dakwah dengan menggunakan sarana hiburan sudah dirintis sejak awal perkembangan islam di Indonesia, sebagaimana yang kita ketahui dari catatan sejarah bahwa walisongo (Wali sembilan) adalah tokoh-tokoh yang mempunyai peranan penting dalam penyebaran islam di bumi nusantara khususnya pulau Jawa, Diantara tokoh walisongo tersebut kita mengenal sunan Kali jaga beliau dikenal penggagas dakwah melalui hiburan sehingga terciptalah sebuah karya besar “Seni Wayang Kulit” sebuah hiburan yang sarat dengan pesan moral dan agama melalui lakon cerita dalam hiburan wayang Kulit tersebut, Beliau juga membuat tembang-tembang yang berisi pesan agama (Baca Nasyid), beberapa lagu ciptaannya yang populer adalah Ilir-ilir dan Gundol-gundol pacul. Hiburan seni wayang kulit sebelumnya sudah ada dalam masyarakat Jawa tapi dengan kepiwaian sunan Kali Jaga dalam berdakwah Ia berhasil menjadikannya sebagai sarana menyampaikan dakwah islam kepada masarakat.

“Si kaya cemburu pada si miskin, si miskin cemburu pada si kaya. Tapi dunia tetap indah.
Asal jangan cemburu berubah dengki karena itu akan seperti api membakar kayu,”
kata Bang Jack ketika mengantikan Ustadz Ferry untuk berceramah.

“Jangan berharap rezeki dari hilangnya hak orang lain,” kata Bang Jack ketika si hansip berharap suatu saat akan menemukan uang jutaan perak di tengah jalan.

Anda sudah nonton PPT (Para Pencari Tuhan)? Dialog di atas saya kutip dari salah satu bagian dialog dalam senetron Para Pencari Tuhan (PPT), sebuah senetron yang digarap oleh sutradara terkenal Dedi Mizwar, setelah Ia berhasil sukses dalam filmnya “Kiamat Sudah Dekat” Ia mengasah kemampuanya menggarap film-film yang menyampaikan pesan agama maka lahirlah Para Pencari Tuhan (PPT). Menurut penulis senetron PPT adalah episode terbaik sejauh ini, senetron yang digarap untuk menyampaikan pesan agama melalu hiburan, Berdakwah nggak mesti nggurui lucu nggak harus porno.
“Rindu kami PadaMu” Garapan sutradara Garin Nugroho, film keluarga yang bertemakan agama, film ini mampu mengajak masyarakat untuk menghidupkan hal-hal kecil dan sederhana yang ada dalam kehidupan sehari-hari. yaitu, kerinduan akan cinta dan kasih sayang Biasanya film keluarga yang bertemakan agama seringkali menjadi film dogmatik, sehingga kehilangan keindahan kehidupan sehari-hari yang nakal lucu dan penuh peristiwa manusiawi. Film Rindu Kami PadaMu mencoba memberi alternatif tontonan segar yang bernilai religius kepada masarakat.
Sebenarnya sudah banyak bermunculan dalam perfileman Indonesia filem-filem yang bisa dikatakan bernilai religius baik di senetron maupun di layar lebar seperti Hidayah, Jalan Ilahi, Hikmah, Joko Tingkir dan banyak lagi yang tidak bisa disebutkan di sini.

Dalam dunia tarik suara

Aliran nasyid
Saya melihat arus nasyid atau lagu islami mulai menguat dan terus melawan arus lagu-lagu jahiliyah
sehingga sedikit demi sedikit dari menjadi alternatif sampai menjadi selera hidup umat islam untuk memilih dan menyukai sesuatu yang bercita rasa islami yang mengajarkan hakekat hidup sebenarnya. Perkembangan nasyid tanah air belakangan ini begitu marak dan warna nasyid pun beragam dari haroki, accapella, melayu, pop musik sampai band musik, semuanya sudah mulai menunjukkan kualitasnya dan mempunyai nilai intertainment yang tidak kalah bagusnya dengan lagu-lagu yang bukan religius. Sebagai cotoh kita mempunyai Opick yang suaranya tidak kalah dengan Glen Fredli, kita punya Snada yang kemampu accapellanya tidak kalah dengan Boyz II men, kita juga punya Izziz yang tidak kalah hentakan drumnya dengan musik rock, juga grup nasyid GondeS (gondrong Desa) datang dengan membawa warna nasyid parodi haroki yang menuai sukses di tahun 2005.

Aliran musik band
Siapa bilang aliran musik rock tidak mampu melebur dengan musik-musik religius. Ipank, Vokalis dari grup rock BIP mampu membuktikan bahwa karakter vokalnya yang beraroma musik rock mampu membawakan lirik-lirik yang bernapaskan religi yang terhimpun dalam Lomba Cipta Lagu dan Lirik Muslim (LCLM) 2007. dari sepuluh musisi dan grup band dalam album kompilasi religi ini Ipank tercatat sebagai satu-satunya musisi yang mempunyai genre musik rock (Dikutip dari Republika.com). Aunur Rofiq LilFirdaus atau nama kecilnya Opick merupakan seorang pencipta lagu dan penyanyi religius pada tahun 2005 Ia merilis album perdananya “Istighfar”. Duta dan Erros dari grup band Sheila On 7 kadang-kadang juga membawakan lagu bernuansa religi atau tampil bersama dengan aliran grup nasyid, Gito Rollies penyanyi kawakan yang sekarang jadi pendakwah berkerja sama dengan grup band Gigi untuk merilis album religinya (Tabloid Nova), Tidak ketinggalan band Ungu di bulan September kemaren merilis album religiusnya bertajuk Para PencariMU yang sebelumnya mereka telah mengeluarkan album dengan tajuk Surgamu.
Saat ini di tanah air bemunculan grup-grup band dan penyanyi religius selain yang penulis sebutkan di atas. Apakah mereka para artis, aktris dan rocker yang membawa nuansa religius dalam dunia intertainment masuk jajaran para pendakwah?, Dari sudut determinasi makna, tindakan menyeru (da'i) kebaikan menjadi kewajiban setiap muslim laki-laki dan perempuan walaupun hanya bisa menyampaikan satu ayat, termasuk di dalamnya artis, aktris dan rocker. kewajiban dakwah di atas dimaksud berdakwah sesuai kapabilitas dan kapasitas, karena kadar kewajiban atau lebih tepatnya di sebut tanggung jawab dakwah setiap muslim memiliki porsi masing-masing yang dikenal dengan istilah Mukallaf, mereka telah mentransformasikan keimanannya dari sekedar sebagai entertaniner menjadi pelaku dakwah dan mempraktikkan agamanya.
Mereka lebih terhormat dari pada entertainer yang lain dan layak kita dukung walaupun sebenarnya masih memerlukan pemberdayaan dan pengembangan. Kreativitas para artis berdakwah melalui dunia gemerlap ini perlu pendalaman keilmuannya agar menjadi modal dasar artis sebagai pilar pengembangan agama islam di masyarakat.
Dalam situasi sulit saat ini, umat islam dalam keterpurukan ekonomi maupun moral sangat membutuhkan gambaran agama yang memberi semangat masa depan tanpa menafikan nilai-nilai religius agama seperti ajaran surga dan neraka, penggambaran kehidupan masa depan tidak perlu dijumudkan dengan kata-kata menakutkan, ekspresi artistik dalam bentuk nada dan suara mungkin bisa lebih efektif dari retorika bahasa dakwah yang formal seperti dalam ceramah atau tausiah. Yang penting bagaimana subtansi ajaran-ajaran agama islam dapat mudah dicerna oleh umat tanpa ada rasa membebani dalam keadaan kondisi “masyarakat sakit”. Mengajak kepada kebaikan dengan memberi gambaran agama yang kaku akan menyebabkan umat semakin apatis terhadap ajaran agama, Semoga Allah memberikan kekuatan kepada mereka dan kita dalam mengemban amanah dakwah ini. Wallahu a'lam***

Dari berbagai sumber